- Perkuat Usaha Mustahik, BAZNAS Dukung Cici Lewat Bantuan Freezer untuk Gerai Z-Chicken
- Inovasi Petani Mustahik di Teluknaga: Bukti Peran Strategis BAZNAS dalam Pemberdayaan Umat
- Kurban, Ibadah yang Dianjurkan di Bulan Zulhijah
- Sejarah dan Tujuan Ibadah Kurban Menurut Sejarah Islam
- Bantuan BAZNAS Ubah Nuraena Jadi Mustahik Saudagar Ayam Krispi
- BAZNAS Bali dan Komunitas Kemanusiaan Bantu Tangani Jenazah Telantar
- Kemenag NTB Luncurkan Wakaf Berbasis QRIS
- Rumah Zakat Ikut Meriahkan Hari Kesiapsiagaan Bencana 2025
- LAZISNU Pati Bantu Korban Puting Beliung
- LAZISNU Sidoarjo Kembali Distribusikan Bantuan Modal UMKM
Cahaya di Langit Gaza
Oleh: Fatea Failasufa

Keterangan Gambar : Meta AI
Hujan peluru dan ledakan bom seakan menjadi musik latar di tanah Gaza yang berduka. Di tengah reruntuhan bangunan dan jeritan duka, seorang pria berusia 35 tahun, bernama Malik Fadhlan, bergerak lincah. Ia adalah seorang aktivis filantropi yang telah bertahun-tahun memperjuangkan bantuan kemanusiaan untuk Palestina.
Hari itu, Malik bersama timnya dari organisasi kemanusiaan mencoba menyalurkan bantuan ke sebuah rumah sakit yang hampir kehabisan obat-obatan. Perjalanan mereka bukan tanpa hambatan. Di setiap sudut jalan, pos pemeriksaan tentara Israel mengintai. Namun, Malik dan timnya tak mengenal takut. Mereka menyelundupkan bantuan melalui jalur bawah tanah dan menggunakan berbagai cara demi memastikan bantuan sampai ke tangan yang membutuhkan.
Di sebuah sudut rumah sakit yang remang-remang, seorang gadis kecil bernama Aisha terbaring lemah. Luka di kakinya semakin parah karena minimnya obat-obatan. Ibunya, seorang janda yang kehilangan suami akibat serangan udara, hanya bisa menangis melihat kondisi putrinya.
Baca Lainnya :
- Berkah dari Kebaikan Kecil0
- Dari Derita Menuju Cahaya0
- Saat Dunia Memisahkan Kita0
- Derita Cinta di Medan Laga0
- Air Mata Merdeka0
"Kami harus segera mengevakuasi mereka!" ujar Malik kepada rekannya, Omar.
Namun, bagaimana caranya? Blokade ketat membuat mereka sulit keluar dari Gaza. Malik tahu satu-satunya jalan adalah menekan komunitas internasional dan bekerja sama dengan pihak luar.
Malam itu, di bawah langit Gaza yang diterangi ledakan, Malik mengirimkan pesan kepada relawan internasional di Mesir dan Yordania. Ia menyerukan bantuan dan membuka jalur diplomasi agar pengungsi bisa keluar dengan selamat. Butuh waktu dan tekanan dari berbagai pihak sebelum akhirnya Mesir dan Yordania membuka sebagian perbatasan bagi para pengungsi.
Hari pengevakuasian pun tiba. Dengan koordinasi yang rumit dan penuh risiko, Malik dan timnya berhasil mengawal ratusan warga, termasuk Aisha dan ibunya, menuju perbatasan Rafah di Mesir. Di tempat lain, ratusan lainnya berhasil menyeberang ke Yordania.
Saat menyaksikan rombongan terakhir melangkah melewati perbatasan, Malik menahan napas. Tangannya gemetar, bukan karena takut, tetapi karena haru. Perjuangan yang panjang akhirnya membuahkan hasil. Meskipun masih banyak yang tertinggal, setidaknya hari itu, ia telah memenangkan satu pertempuran kecil dalam perang kemanusiaan yang besar.
Di langit Gaza, di antara asap dan reruntuhan, ada seberkas cahaya harapan. Cahaya dari mereka yang tak lelah berjuang demi kemanusiaan. Malik pun tahu, perjuangan ini belum selesai, tetapi hari ini, satu langkah kemenangan telah diraih.