Saudara Sepersusuan: Hukum dan Batasannya Menurut Islam

By Revolusioner 15 Sep 2025, 10:46:01 WIB LAZ
Saudara Sepersusuan: Hukum dan Batasannya Menurut Islam

Keterangan Gambar : Dok: Dompetdhuafa.org


Di era ini, kita semakin mudah menemukan orang-orang yang bersaudara satu susuan atau saudara sepersusuan. Pasalnya teknologi perah ASI sudah lebih maju dan ini memudahkan para ibu, khususnya mereka yang bekerja. Hal ini juga memudahkan mereka untuk saling membantu bila ada ibu lain yang produksi ASI-nya terhambat. Sehingga, ini menjadikan anak-anak mereka menjadi saudara sepersusuan.

Kondisi ini memang baik, namun dalam Islam proses menyusui bukan hanya soal kebutuhan fisik saja, tetapi ada konsekuensi besar di baliknya. Secara khusus, Islam mengatur batasan dan hukum-hukum tentang saudara sepersusuan.

Sebagian di antara kita mungkin juga belum benar-benar tahu dan paham bagaimana batasan antara saudara sepersusuan. Mulai dari bagaimana mereka bersikap, apa saja hal yang harus dijaga, hingga dampaknya terhadap pergaulan dan hubungan mereka di masa depan.

Baca Lainnya :

Sahabat, yuk mari kita pahami batasan dan hukum antar saudara sepersusuan untuk menghindari perbuatan yang betentangan dengan ajaran Islam di kemudian hari. Scroll terus ke bawah!

Apa Itu Saudara Sepersusuan?

Saudara Sepersusuan adalah hubungan persaudaraan yang terjalin karena dua orang anak atau lebih menyusu kepada seorang wanita yang sama, meski bukan ibu kandung, sesuai dengan ketentuan yang diakui syariat. Hubungan sepersusuan ini membawa konsekuensi hukum yang mirip seperti saudara kandung.

Dasar Hukum Saudara Seperusuan

Al-Qur’an dan hadis Nabi Saw telah menjelaskan tentang hukum saudara sepersusuan. Salah satunya, saudara sepersusuan haram bila mereka menikah, hukumnya sama seperti menikahi saudara kandung.

حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ اُمَّهٰتُكُمْ وَبَنٰتُكُمْ وَاَخَوٰتُكُمْ وَعَمّٰتُكُمْ وَخٰلٰتُكُمْ وَبَنٰتُ الْاَخِ وَبَنٰتُ الْاُخْتِ وَاُمَّهٰتُكُمُ الّٰتِيْٓ اَرْضَعْنَكُمْ وَاَخَوٰتُكُمْ مِّنَ الرَّضَاعَةِ وَاُمَّهٰتُ نِسَاۤىِٕكُمْ وَرَبَاۤىِٕبُكُمُ الّٰتِيْ فِيْ حُجُوْرِكُمْ مِّنْ نِّسَاۤىِٕكُمُ الّٰتِيْ دَخَلْتُمْ بِهِنَّۖ فَاِنْ لَّمْ تَكُوْنُوْا دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ ۖ وَحَلَاۤىِٕلُ اَبْنَاۤىِٕكُمُ الَّذِيْنَ مِنْ اَصْلَابِكُمْۙ وَاَنْ تَجْمَعُوْا بَيْنَ الْاُخْتَيْنِ اِلَّا مَا قَدْ سَلَفَ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ غَفُوْرًا رَّحِيْمًا

Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. An-Nisa’ ayat 23)

Ayat di atas menjelaskan bahwa ada beberapa perempuan yang tidak boleh dinikahi. Mereka adalah ibu kandung, anak perempuan (termasuk cucu), saudara perempuan (baik kakak maupun adik, seayah, seibu, atau sekandung), bibi dari pihak ayah maupun ibu, serta keponakan (anak perempuan dari saudara laki-laki atau saudara perempuan). Selain itu, haram juga menikahi ibu susu (perempuan yang pernah menyusui kita) dan saudara perempuan sepersusuan.

Ibu mertua juga tidak boleh dinikahi, begitu pula anak tiri yang berada dalam pemeliharaan, jika hubungan suami-istri dengan ibunya sudah terjadi. Namun, jika belum pernah digauli, maka boleh menikahi anak tirinya setelah bercerai. Menantu perempuan (istri dari anak kandung) juga termasuk yang dilarang untuk dinikahi. Selain itu, tidak diperbolehkan menikahi dua perempuan yang bersaudara sekaligus dalam satu waktu, seperti kakak dan adik, agar tidak merusak hubungan kekeluargaan.

Semua larangan tersebut bertujuan menjaga keharmonisan dan kehormatan dalam keluarga, serta menunjukkan bahwa Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang kepada hamba-Nya.

Syarat dan Ketentuan yang Menjadikan Anak sebagai Saudara Seperusuan

Tidak semua proses menyusui otomatis menjadikan anak sebagai saudara sepersusuan. Agar hubungan persusuan ini sah dan menimbulkan status mahram, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi:

  1. Usia bayi saat menyusu harus di bawah dua tahun.
  2. Jumlah susuan minimal lima kali susuan yang terpisah-pisah, hingga bayi kenyang atau melepaskan sendiri.
  3. Susu masuk ke tenggorokan bayi, tidak cukup hanya menyentuh mulut atau bagian tubuh lain.
  4. Ibu yang menyusui harus perempuan yang sudah baligh dan hidup saat menyusui.

Konsekuensi Hukum Saudara Sepersusuan

Jika syarat-syarat tersebut terpenuhi, maka:

  1. Anak yang disusui menjadi mahram bagi ibu susu dan anak-anak kandungnya.
  2. Tidak boleh menikah dengan saudara sepersusuan, ibu susu, atau anak-anaknya.
  3. Hubungan ini juga menciptakan batasan dalam aurat, pergaulan, dan waris (meskipun tidak mewarisi secara syar’i).

Siapa Saja yang Menjadi Mahram karena Sepersusuan?

  1. Saudara laki-laki dan perempuan sepersusuan.
  2. Anak-anak ibu sepersusuan menjadi mahram bagi anak yang disusui.
  3. Hubungan mahram ini berdampak pada hukum pernikahan (haram menikah), batasan aurat, dan adab pergaulan.

Demikianlah Sahabat ketentuan dan hukum saudara sepersusuan dalam syariat Islam. Semoga kita sebagai muslim bisa mentaati apa yang telah ditetapkan oleh Allah Swt. Aamiin

Kontributor: Olivia
Editor: MAS
Sumber: Dompetdhuafa.org




Write a Facebook Comment

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

View all comments

Write a comment