Dosa yang Menghidupkan
Abdullah Azzam

By Admin 22 Apr 2025, 14:43:08 WIB Cerpen
Dosa yang Menghidupkan

Keterangan Gambar : Ilustrasi AI


Di sudut kota yang sibuk, seorang pria bertubuh gempal dengan janggut tak terurus dan mata yang lelah sering duduk di depan warung kopi tua. Namanya Bahar, mantan preman pasar yang dulu ditakuti karena kegemarannya memalak, memukul, bahkan menjatuhkan orang demi uang receh.

Semua orang tahu siapa Bahar. Dan semua orang tahu bahwa ia bukan orang yang patut diberi kepercayaan. Ia pernah dipenjara tiga kali karena kasus pencurian, penganiayaan, dan narkoba. Tapi kini, ia selalu terlihat duduk diam di depan warung itu, menatap orang-orang lalu lalang, seakan mengamati dunia dari luar pagar kehidupan.

Suatu sore di bulan Ramadhan, langit mendung ketika seorang anak kecil bernama Ilham jatuh tersandung di depan Bahar. Tangannya berdarah. Tanpa berpikir panjang, Bahar beranjak, mengangkat anak itu, membawanya ke warung, lalu mencuci lukanya dengan air mineral.

Baca Lainnya :

"Namamu siapa?" tanya Bahar.

"Ilham..." jawab anak itu, terisak.

"Jangan nangis. Laki-laki kuat, ya?" katanya sambil tersenyum. Senyum itu, walau disembunyikan oleh wajah keras dan janggut kasar, terasa seperti embun pagi di hati Ilham.

Hari-hari berikutnya, Ilham sering datang ke warung itu. Mereka jadi akrab. Bahar mulai membelikan Ilham gorengan, teh manis, bahkan terkadang membawakan mainan bekas yang ia pungut dan bersihkan.

Namun warga mulai resah.

"Awas, jangan dekat-dekat sama dia!" kata ibu-ibu di sekitar. "Bahar itu bekas penjahat!"

Ibunya Ilham pun marah besar saat tahu anaknya dekat dengan Bahar. Suatu hari, ia menarik Ilham dengan kasar dari warung dan berkata dengan tajam pada Bahar, "Jangan sentuh anak saya lagi! Anda itu racun masyarakat!"

Bahar tidak membalas. Ia hanya menunduk, lalu kembali duduk di bangkunya, menatap langit senja yang murung.

Beberapa malam kemudian, di sebuah gang sempit, terdengar teriakan.

"Rampok! Tolong!"

Seorang wanita muda berusaha mempertahankan tasnya dari dua pemuda bermotor. Dalam sekejap, Bahar datang seperti bayangan gelap. Ia mengejar para perampok, menarik salah satunya hingga jatuh dan menghajarnya sampai menyerah. Tas itu kembali ke pemiliknya.

Wanita itu menangis sambil berterima kasih. Namun saat ia mendongak, ia membeku. Bahar berdiri di hadapannya. Dialah ibu Ilham.

Bahar hanya berkata singkat, "Jangan salahkan orang karena masa lalunya, Bu. Saya memang pendosa... tapi bukan berarti saya tak punya hati."

Ia pergi, meninggalkan ibu Ilham yang masih terisak dalam campuran malu dan haru.

Seminggu kemudian, Bahar tidak lagi duduk di warung. Tidak satu pun orang melihatnya selama beberapa hari.

Sampai suatu malam, sebuah ambulans datang. Di dalamnya, tubuh Bahar terbujur kaku. Ia meninggal karena gagal ginjal. Tak banyak yang tahu bahwa selama ini, ia bekerja sebagai tukang bersih-bersih di rumah sakit, diam-diam mendonasikan sebagian gajinya ke panti asuhan.

Yang lebih mengejutkan, surat wasiatnya menyatakan bahwa ia menyumbangkan seluruh tabungan dan motornya kepada Ilham, lengkap dengan catatan tangan:

"Untuk Ilham, anak yang membuat aku merasa hidup kembali. Jangan tumbuh jadi orang seperti aku, tapi belajarlah jadi lebih baik dariku. Maaf, aku cuma bisa hidup dengan menebus dosa, tapi semoga itu cukup membuatmu percaya bahwa bahkan pendosa pun bisa punya hati."

Dan sejak saat itu, orang-orang mulai menaruh bunga di bangku tua depan warung kopi. Tempat Bahar pernah duduk diam, menyaksikan dunia, dan menyentuhnya dengan kebaikan yang tak pernah diminta balasan.





Write a Facebook Comment

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

View all comments

Write a comment