Zakat di Era Digital: Modernisasi Ibadah Sosial yang Relevan dan Adaptif
Marie Muhammad Wildan

By MM Wildan 02 Jun 2025, 14:42:55 WIB Opini
Zakat di Era Digital: Modernisasi Ibadah Sosial yang Relevan dan Adaptif

Keterangan Gambar : Pixabay


Zakat, sebagai salah satu rukun Islam, memiliki peran vital dalam membangun keadilan sosial dan mengentaskan kemiskinan. Ia tidak hanya merupakan kewajiban spiritual, tetapi juga instrumen distribusi ekonomi yang inklusif. Namun, di tengah laju digitalisasi yang masif, pertanyaan penting muncul: bagaimana zakat bertransformasi dalam lanskap kehidupan umat Islam yang kian terdigitalisasi?

Di era digital, zakat mengalami redefinisi dalam cara penghimpunan, pengelolaan, dan distribusinya. Platform digital seperti ZakatPedia, Kitabisa, GoZakat, dan sistem daring milik lembaga resmi seperti BAZNAS dan Dompet Dhuafa, telah membuka jalan baru dalam menunaikan zakat secara praktis, cepat, dan transparan. Muzaki tidak lagi dibatasi oleh ruang dan waktu; cukup dengan beberapa klik di ponsel, zakat bisa disalurkan langsung kepada mustahik yang membutuhkan, bahkan dilengkapi laporan distribusi secara real-time.

Transformasi ini bukan sekadar kemudahan teknis, tetapi juga membawa dampak sosial. Digitalisasi zakat membuka peluang inklusi keuangan syariah, khususnya bagi masyarakat urban yang hidup dengan ritme cepat dan mengandalkan teknologi dalam aktivitas sehari-hari. Dengan metode digital, edukasi zakat bisa disampaikan lebih luas melalui media sosial, kampanye daring, dan konten kreatif yang menjangkau generasi muda Muslim.

Baca Lainnya :

Namun, di balik peluang, terdapat sejumlah tantangan yang tidak bisa diabaikan. Pertama, persoalan validasi mustahik. Penggunaan teknologi memang mempercepat proses distribusi, tetapi jika tanpa verifikasi data yang akurat, zakat bisa salah sasaran. Di sinilah pentingnya integrasi teknologi seperti big data dan AI untuk menyaring, memverifikasi, dan memetakan kebutuhan para penerima zakat secara cermat.

Kedua, masih rendahnya literasi digital zakat di kalangan masyarakat. Banyak yang belum memahami tata cara zakat online, terutama mereka yang berasal dari generasi tua atau wilayah dengan akses internet terbatas. Ini menunjukkan bahwa digitalisasi zakat tidak bisa berdiri sendiri tanpa edukasi berkelanjutan yang bersifat partisipatif dan kontekstual.

Ketiga, potensi komersialisasi ibadah juga harus diwaspadai. Ketika zakat masuk ke dalam ekosistem ekonomi platform, ada kecenderungan menjadikannya sekadar "fitur transaksi" tanpa mengedepankan dimensi spiritual dan etisnya. Oleh karena itu, platform zakat digital harus menjunjung tinggi prinsip amanah, transparansi, dan niat ibadah, bukan hanya efisiensi algoritma.

Digitalisasi zakat merupakan keniscayaan, bukan sekadar pilihan. Namun, keberhasilan transformasi ini sangat bergantung pada komitmen semua pihak—lembaga amil zakat, pemerintah, pengembang teknologi, akademisi, dan masyarakat luas—untuk menjadikan zakat digital sebagai jalan menuju keadilan sosial yang lebih merata dan berkelanjutan.

Zakat di era digital seharusnya tidak kehilangan ruhnya sebagai ibadah sosial yang luhur. Ia bukan hanya tentang distribusi kekayaan, tetapi tentang menghadirkan kembali wajah Islam yang peduli, progresif, dan relevan dengan zaman.




Write a Facebook Comment

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

View all comments

Write a comment